REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Kementerian Agama dinilai
belum memiliki standardisasi pendidikan Madrasah di Indonesia. Pasalnya,
bantuan pendidikan pemerintah ke madrasah masih sering salah sasaran.
Madrasah juga dinilai masih dianggap anak tiri dalam
dunia pendidikan nasional. Padahal, Madrasah juga memiliki fungsi mendidik anak
bangsa seperti sekolah umum.
Tanpa adanya madrasah, jumlah sekolah dianggap tidak
mampu menampung jumlah anak didik yang berhak mengenyam dunia pendidikan. Wakil
Ketua Komisi VIII, Jazuli Juwaini mengatakan, harus ada konsolidasi antara
pemerintah dengan Madrasah.
Pemerintah harus obyektif melihat Madrasah sebagai
lembaga pendidikan di Indonesia. Sebab itu, kata politisi Partai Keadilan
Sejahtera (PKS) itu, Madrasah juga memerlukan sarana baik tingkat lokal maupun
untuk peningkatan kualitas gurunya.
Menurut Jazuli, siswa Madrasah jangan dianggap beda
dengan siswa sekolah. Siswa madrasah juga banyak yang berhasil mengorbitkan
siswanya menjadi juara olimpiade. "Madrasah di dunia pendidikan kita masih
dianaktirikan," ungkap Jazuli, Selasa (4/12).
Jazuli menambahkan komisi VIII berencana untuk
mengumpulkan 4 pihak terkait untuk membahas masalah ini. Diantaranya, Menteri
Keuangan, Bappenas, Menteri Agama, dan Menteri Dalam Negeri.
Menteri keuangan dan Bappenas merupakan regulator
dari anggaran Kementerian Agama untuk bantuan ke Madrasah. Kemenag sendiri
sebagai eksekutor atau pengelola anggaran dari Kementerian keuangan. Sedangkan
Mendagri juga dipanggil terkait adanya surat edaran yang melarang pemerintah
daerah memberi bantuan pada Madrasah.
Redaktur: Ajeng Ritzki Pitakasari
Reporter: Agus Raharjo