Senayan - Komisi VIII
DPR
akan segera mengagendakan rapat gabungan dengan tiga Kementerian yakni Bapenas,
Kemenkeu, dan Kemensos terkait UU No.13 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir
Miskin.
Hingga saat ini,
Komisi VIII
DPR melihat belum ada upaya yang serius dari
penyelenggara negara untuk melaksanakan UU tersebut. Oleh karena itu, Bapenas,
Kemenkeu, dan Kemensos harus duduk bersama untuk membicarakan implementasi dari
UU Penanganan Fakir Miskin.
Anggota
Komisi VIII
DPR Jazuli Juwaini mengungkapkan hal tersebut
pada saat rapat kerja dengan Menteri Sosial di
DPR
Senin (20/2). Jazuli mengkhawatirkan jika semangat penanganan fakir miskin belum
disosialisasikan di internal pemerintah.
"Sepertinya, dibutuhkan sosialisasi UU No. 13 Tahun 2011 tentang
Penanganan Fakir Miskin. Agar seluruh penyelenggara negara memiliki semangat
dan paradigma yang sama, bagaimana melaksanakan penanganan fakir miskin
berdasarkan UU baru ini. Sebenarnya, dalam UU ini sudah jelas siapa
leading
sector-nya dan bagaimana penanganannya. Mungkin yang harus diperjelas lagi
adalah masalah anggaran dan sistem evaluasinya," papar Jazuli.
Jazuli mengungkapkan, UU Penanganan Fakir Miskin ini berangkat dari paradigma
bahwa penanganan fakir miskin membutuhkan koordinasi dan
leading sector,
sehingga dapat berjalan dengan efektif, terukur, sinergi dan tidak saling
tumpang tindih antara kementerian/lembaga.
"Seperti saat ini ada TNP2K yang seharusnya berfungsi koordinatif, tapi
ternyata mendapatkan anggaran juga. Kemensos sebagai
leading sector
justru anggarannya kecil, hanya 0,3 persen dari APBN. Hal ini ironis sekali
dengan program penanganan kemiskinan, harus kita perbaiki lagi,"
tambahnya.
Melihat realitas kemiskinan di Indonesia, kata Jazuli, harapan negara kepada
Kemensos sangat besar. Namun sayang, hal tersebut tidak dibarengi dengan
anggaran yang mencukupi. Ke depan, pemerintah harus memberikan porsi yang besar
untuk menangani kemiskinan melalui kemensos sesuai UU yang berlaku.
"Tuntutan terhadap Kemensos sebagai kordinator dalam penanganan fakir
miskin tidak akan menjadi realita jika anggaran masih seperti tahun lalu.
Negara-negara yang sukses dalam mengentaskan kemiskinan, mengubah nasib
rakyatnya menjadi lebih sejahtera, memiliki ternyata anggaran penanganan
kemiskinan rata-rata 15 persen dari APBN," paparnya.
Oleh karena itu, Jazuli mengingatkan pentingnya
Komisi
VIII
DPR mengundang Kemenkeu, Bappenas, dan
Kemensos untuk menyamakan semangat dan paradigma penanganan fakir miskin
berdasarkan UU yang baru ini.
"Bisa jadi akan ada perubahan struktur pemerintahan dan penguatan
anggaran, agar implementasi UU No.13 ini dapat berjalan dengan baik. Selain
itu, Kementerian Sosial sebagai
leading sector juga harus membuat
langkah-langkah yang inovatif dan akseleratif dalam menyelesaikan permasalahan
PMKS, seperti anak jalanan, fakir miskin, anak terlantar, dan orang jompo.
Kementerian harus menyusun program dan target-target yang jelas pencapaiannya.
Sehingga ketika diberi anggaran yang lebih besar sudah lebih siap,"
pungkas Jazuli.