Liputan6.com, Jakarta: Komisi VIII DPR RI
segera mengagendakan rapat gabungan dengan tiga kementerian terkait UU No.13
Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin. Tiga instansi yang terkait yakni,
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Kementerian Keuangan,
dan Kementerian Sosial.
Pasalnya, Komisi VIII menilai belum ada upaya serius dari penyelenggara negara
untuk melaksanakan UU tersebut. Karena itu, Bappenas, Kemenkeu dan Kemensos
harus duduk bersama untuk membicarakan implementasi dari UU Penanganan Fakir
Miskin.
"Sepertinya dibutuhkan sosialisasi UU No. 13 Tahun 2011 tentang Penanganan
Fakir Miskin. Agar seluruh penyelenggara negara memiliki semangat dan paradigma
yang sama bagaimana melaksanakan penanganan fakir miskin berdasarkan UU baru
ini," kata Anggota Komisi VIII DPR RI Jazuli Juwaini di Jakarta, baru-baru
ini.
Jazuli menambahkan DPR juga mengkhawatirkan semangat penanganan fakir miskin
belum disosialisasikan di internal pemerintah. "Sebenarnya dalam UU ini
sudah jelas siapa leading sector dan bagaimana penanganannya. Mungkin yang
harus diperjelas lagi adalah masalah anggaran dan sistem evaluasinya,"
papar Jazuli.
Lebih lanjut, ia juga berpendapat UU ini berangkat dari paradigma bahwa
penanganan fakir miskin membutuhkan koordinasi dan leading sector sehingga
dapat berjalan dengan efektif, sinergis dan tidak saling tumpang tindih antara
kementerian/lembaga.
"Seperti saat ini ada TNP2K yang seharusnya fungsinya koordinatif tapi
ternyata mendapatkan anggaran juga. Kemensos sebagai leading sector justru
anggarannya kecil, hanya 0,3 persen dari APBN. Hal ini ironis sekali dengan
program penanganan kemiskinan, harus kita perbaiki lagi," tambahnya.
Melihat realitas kemiskinan di Tanah Air, Jazuli mengingatkan, harapan negara
kepada Kemensos sangat besar. Namun sayang hal tersebut tidak dibarengi dengan
anggaran yang mencukupi. Ke depan, menurutnya, pemerintah harus memberikan
porsi yang besar untuk menangani kemiskinan melalui kemensos sesuai UU yang
berlaku.
"Tuntutan terhadap Kemensos sebagai kordinator dalam penanganan fakir
miskin tidak akan menjadi realita jika anggaran masih seperti tahun lalu.
Negara-negara yang sukses dalam mengentaskan kemiskinan, mengubah nasib
rakyatnya menjadi lebih sejahtera, memiliki ternyata anggaran penanganan
kemiskinan rata-rata 15 persen dari APBN," paparnya.
Karena itu, Jazuli menegaskan, pentingnya Komisi VIII DPR mengundang Kemenkeu,
Bappenas, dan Kemensos untuk menyamakan semangat dan paradigma penanganan fakir
miskin berdasarkan UU baru ini.(ADI/ULF)